JellyPages.com

Rabu, 02 Juli 2014

Tugas Softskill ke-3

conversation 1:
A: Allright thanks man goodbye.
B: Bye ...
Thema: Conversation about someone explain Allright.
Conversation 2:
A: I've go the missing in few minute so my friedel have to go now.
B: Okay, I call you back later this afternoon.
Thema: Conversation about someone who is on the phone but the phone will go and the recipient, will call again this afternoon.

Jumat, 25 April 2014

Subject dan Verb Agreement ( Tugas Softskill ke-2 Bahasa Inggris Bisnis )

Subject and Verb Agreement
Verb Singular yaitu kalimat yang menggunakan kata each, every ; es, s, is Contoh 1: every women, man, child needs refreshing. Walaupun kalimat tersebut ada tiga subject (plural), tapi karena ada kata "every", kalimat tersebut menjadi singular. Jadi, kata "every" atau "each"-nya mewakili, lalu pada verb-nya ditambahi akhiran "s" (menjadi needs).
Contoh 2: each book at the library is listed. Di perpustakaan ada banyak buku, tetapi karena ada kata "each" maka mewakili semua buku tersebut, dan verb-nya menggunakan "is".
Noun + Prepositional Phrase Untuk kalimat ini, cara menentukan bentuk verb-nya dilihat dari bentuk noun-nya. Contoh 3: The pencil on the book is yours. Kata "The pencil" menunjukkan noun singular, kata "on the book" menunjukkan preposition phrase, lalu karena bentuk noun-nya singular maka verb-nya pun singular, yaitu menggunakan "is".
Untuk bentuk plural dari kalimat di atas adalah... The pencil on the book are yours. Yang perlu diperhatikan dalam kalimat seperti ini yaitu SUBJECT-nya. Jika subject-nya satu, maka noun dan verb-nya singular. Jika subject-nya lebih dari satu (menggunakan "s" atau "es" di akhirannya), maka noun dan verb-nya plural.
Contoh 4: The cake at on the table is delicious. Kalimat di atas memiliki noun dan verb singular.
Contoh 5: The cake at on the table are ready. Kalimat di atas memiliki noun dan verb plural.
Kata "some of", "a lot of", "none of", "half of", "most of" bisa menjadi singular, bisa juga menjadi plural, hal ini tergantung pada noun-nya. Contoh 6: Some of food is delicious. (singular) Some of food is delicious. (plural)
untuk kalimat yang terdapat kata "each of", "every of", dan "one of" diikuti oleh plural noun, verb tetap singular. Contoh 7: the number of foods in supermarket is more than 300. A number of foods are expired.
Soal!
1. Some of the fruit in this bowl (Is, Are) Is rotten.
2. Some of the apples in that bowl (Is, Are) Are rotten.
3. Most of the movies (Is, Are) Are funny.
4. Half of this money (Is, Are) Is yours.
5. A lot of clothing in this stroras (Is, Are) Are on sale this week.
6. Each of the boys in the class (Has, Have) Have his own note book.
7. None of the animals at the zoo (IS, Are) Are free to room.
8. The number of employees in my company (Is, Are) Are approximately ten thousand.
9. (Does, Do) Do all of this homework have to be finished by tomorrow.

Senin, 31 Maret 2014

Tugas Softskill (B.Inggris Bisnis 2)

Soal:
11. _____ quickly after an animal dies.
a. in the degradation of DNA
b. Degrading DNA
c. DNA degrades
d. For DNA to degrade
Jawaban:
a. in the degradation of DNA
Alasannya karena in the degradation of DNA as noun in the sentence.

Kamis, 28 November 2013

Perusahaan yang menerapkan Etika Utilitarianisme atau CSR

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam aktivitasnya setiap perusahaan akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Akibat dari interaksi itu menuntut adanya timbal balik antara perusahaan dan lingkungan sosialnya yang berimbas pada timbulnya dampak-dampak sosial atas kegiatan operasi perusahaan pada lingkungannya. Sepanjang perusahaan menggunakan sumber daya manusia dan komunitas yang ada, maka perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghasilkan profit dan mengembalikan sebagian profit tersebut bagi masyarakat. Penerapan CSR telah banyak dilakukan oleh korporasi-korporasi di Indonesia, korporasi tersebut menganggarkan anggaran khusus guna menjalankan aktivitas dan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat dan lingkungannya. Namun demikian CSR jangan dipandang sebagai beban yang membengkakkan pengeluaran perusahaan tetapi harus dianggap sebagai investasi yang akan menguntungkan bagi keberadaan perusahaan di masa datang.
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responbility atau disingkat menjadi CSR adalah suatu Konsep Organisasi khususnya, (namun bukan hanya) perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan.
Oleh karena itu dalam rangka penerapan CSR sudah saatnya semua perusahaan untuk melaporkan dan mengungkapkan semua kegiatan bisnisnya dan dampak dari kegiatan ekonomi yang dilakukan perusahaan terhadap lingkungannya. Semuanya ini bisa dilakukan melalui laporan pertanggungjawaban sosial atau corporate social responsibility disclosure. Menerapkan CSR pada perusahaan berarti perusahaan tersebut telah memiliki kepedulian sosial terhadap lingkungan sekitar dan masyarakat umum.
BAB II Landasan Teori
2.1 Pengertian Etika Utilitarianisme
Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Persoalan yang dihadapi oleh Bentham dan orang-orang sezamannya adalah bagaimana menilai baik buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi, dan legal secara moral. Singkatnya, bagaimana menilai sebuah kebijaksanaan publik, yaitu kebijaksanaan yang punya dampak bagi kepentingan banyak orang, secara mora
l Criteria dan Prinsip Etika Utilitarianisme
Criteria pertama adalah manfaat , yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Jadi, kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik. Sebaliknya, kebijaksanaan atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu.
Criteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar)dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternative lainnya.
Criteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang, yaitu dengan kata lain suatu kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika utilitarianisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sedikit mungkin orang.
Secara padat ketiga prinsip itu dapat dirumuskan sebagai berikut: Bertindaklah sedemikian rupa sehingga tindakanmu itu mendatangkan keuntungan sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang.
Nilai Positif Etika Utilitarianisme
a) Rasionalitas, prinsip moral yang diajukan oleh etika utilitarianisme ini tidak didasarkan pada aturan-aturan kaku yang mungkin tidak kita pahami dan yang tidak bias kita persoalkan keabsahannya.
b) Dalam kaitannya dengan itu, utilitarianisme sangant menghargai kebebasan setiap pelaku moral. Setiap orang dibiarkan bebas untuk mengambil keputusan dan bertindak dengan hanya memberinya ketiga criteria objektif dan rasional tadi.
c) Universalitas, yaitu berbeda dengan etika teleologi lainnya yang terutama menekankan manfaat bagi diri sendiri atau kelompok sendiri, utilitarianisme justru mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan bagi banyak orang.
Utilitarianisme sebagai Proses dan sebagai Standar Penilaian
a) Etika utilitarianisme dipakai sebagai proses untuk mengambil sebuah keputusan, kebijaksanaan, ataupun untuk bertindak. Dengan kata lain, etika utilitarianisme dipakai sebagai prosedur untuk mengambil keputusan. Ia menjadi sebuah metode untuk bisa mengambil keputusan yang tepat tentang tindakan atau kebijaksanaan yang akan dilakukan.
b) Etika utilitarianisme juga dipakai sebagai standar penilaian bai tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan. Dalam hal ini, ketiga criteria di atas lalu benar-benar dipakai sebagai criteria untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijaksanaan yang telah dilakukan memang baik atau tidak. Yang paling pokok adalah menilai tindakan atau kebijaksanaan yang telah terjadi berdasarkan akibat atau konsekuensinya yaitu sejauh mana ia mendatangkan hasil terbaik bagi banyak orang.
BAB III Pembahasan
3.1 Contoh Perusahaan yang telah menerapkan etika utilitarianisme atau CSR
PT. UNILEVER INDONESIA
Sejak didirikan pada 5 Desember 1933Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepan untuk produk Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia. Rangkaian Produk Unilever Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain.
Tujuan perusahaan tetap sama,
1. dimana kami bekerja untuk menciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari.
2. membuat pelanggan merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand dan jasa yang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain.
3. menginspirasi masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan membuat perubahan besar bagi dunia.
4. dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam berbisnis yang memungkinkan kami untuk tumbuh sekaligus mengurangi dampak lingkungan.
Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas perseroan. Kami memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada perusahaan.
Sebagai perusahaan yang mempunyai tanggung jawab sosial, Unilever Indonesia menjalankan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang luas. Keempat pilar program kami adalah Lingkungan, Nutrisi, Higiene dan Pertanian Berkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent), program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).
Unilever Indonesia Memiliki Visi :
Empat pilar utama dari visi kami menggambarkan arah jangka panjang dari perusahaan kemana tujuan kami dan bagaimana kami menuju ke arah sana. 1. Kami bekerja untuk membangun masa depan yang lebih baik setiap hari
2. Kami membantu orang-orang merasa nyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan dengan brand dan pelayanan yang baik bagi mereka dan bagi orang lain
3. Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia
4. Kami akan mengembangkan cara baru dalam melakukan bisnis dengan tujuan membesarkan perusahaan kami dua kali lipat sambil mengurangi dampak lingkungan.
Kami selalu percaya akan kekuatan brand kami dalam meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang dan dalam melakukan hal yang benar. Semakin bertumbuhnya bisnis kami, meningkat pula tanggung jawab kami. Kami mengenali tantangan global seperti perubahan iklim yang menjadi kepedulian kita bersama. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari tindakan kami selalu menyatu dalam nilai-nilai kami dan merupakan bagian fundamental mengenai siapa diri kami.
3.2 Analisis Kasus
Jika dilihat dari contoh kasus perusahaan yang telah menerapkan etika ultilitarianisme atau CSR (Corporate Social Responsibility) pada PT. Unilever Indonesia. PT. Unilever Indonesia telah menerapkan CSR pada:
a. Cuci Tangan dengan Sabun (Lifebuoy),
b. program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent),
c. program Pelestarian Makanan Tradisional (Bango)
d. serta program Memerangi Kelaparan untuk membantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).
Program-program yang dibuat oleh PT. Unilever Indonesia sangat bermanfaat untuk masyarakat luas, seperti contohnya pada program “cuci tangan dengan sabun (lifeboy)” dengan menerapkan program ini pada keseharian maka masyarakat telah dengan sendirinya menjaga kesehatan nya. Dengan mencuci tangan maka kuman-kuman penyakit akan hilang. Berarti perusahaan ini tidak hanya mengambil keuntungan untuk perusahaannya saja, tetapi juga perusahaan melakukan kepedulian terhadap sosial dan konsumen atau masyarakat umum.
BAB IV Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dalam menjalankan bisnis pada perusahaan jangan saja mementingkan kepentingan perusahaannya saja seperti memperoleh laba yang banyak tanpa memikirkan sekitar, tetapi perusahaan harus menerapkan CSR (Corporate Social Responsibility). Seperti yang diterapkan dalam perusahaan PT. Unilever Indonesia dengan memiliki visi “Kami menjadi sumber inspirasi orang-orang untuk melakukan hal kecil setiap hari yang dapat membuat perbedaan besar bagi dunia”. Hal ini berarti perushaan telah melakukan kepedulian terhadap sosial dan konsumen atau masyarakat umum. PT. Unilever Indonesia bisa dijadikan salah satu contoh perusahaan yang telah menggunakan etika utilitarianisme atau CSR.
4.2 Saran
Sarannya untuk PT. Unilever Indonesia terus menerapkan CSR pada perusahaannya, munculkan program-program yang baru lagi yang bermanfaat untuk masyarakat umum. Perusahaan yang belum menerapkan CSR pada perusahaannya bisa melihat contoh yang telah di terapkan pada PT. Unilever Indonesia. Etika ini sangat bermanfaat untuk perusahaan dan juga masyarakat sekitarnya.
Daftar Pustaka:
Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius Penulis, analis kebijakan sosial dan konsultan CSR, Pembantu Ketua I Bidang Akademik STKS
http://kholisul.mhs.narotama.ac.id/2012/01/03/uas-etika-bisnis/
http://www.unilever.co.id/id/aboutus/introductiontounilever/
http://rhynanana.blogspot.com/2013/11/perusahaan-yang-telah-menerapkan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan )

Sabtu, 09 November 2013

Kejahatan Korporasi

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Peran korporasi sudah sedemikian luasnya dalam kehidupan masyarakat. Hampir seluruh aspek kehidupan melibatkan korporasi di dalamnya. Korporasi bergerak di berbagai bidang seperti perbankan, industri pertanian, pada perusahaan-perusahaan yang besar maupun yang kecil. Tujuan dari korporasi adalah untuk terus meningkatkan keuntungan yang di perolehnya tanpa memikirkan hukum yang ada. Kebanyakan perusahaan yang melakukan korporasi tidak mengindahkan kerugian yang dapat dihasilkan, seperti melangar hukum, bahkan memunculkan korban yang menderita kerugian.
Korporasi sebagai alat yang digunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi tanpa perlu adannya pertanggung jawaban. Pada berbagai sektor perekonomian, dapat ditemukan satu contoh pelanggaran korporasi yang telah menimbulkan banyak kerugian dan kerusakan. Walaupun terdapat berbagai bukti yang menunjukkan adanya kejahatan korporasi, namun hukuman atas tindakan tersebut selalu terabaikan. Kejahatan korporasi yang telah terjadi pada berbagai perusahaan di masa lalu dapat hidup kembali.
Kejahatan korporasi yang biasanya berbentuk kejahatan kerah putih (white collar crime), umumnya dilakukan oleh suatu perusahaan atau badan hukum yang bergerak pada bidang bisnis dengan berbagai tindakan yang bertentangan dengan hukum pidana yang berlaku. Berdasarkan pada masalah yang sering terjadi dapat ditemukan identifikasi kejahatan-kejahatan korporasi seperti pelanggaran undang-undang monopoli, penipuan melalui komputer, pembayaran pajak dan cukai, pelanggaran ketentuan harga, produksi barang, korupsi, penyuapan dan masih banyak lagi. Apapun kejahatan yang dilakukan pasti menimbulkan kerugian, baik kerugian material maupun moril. Untuk itu sebaikanya kejahatan korporasi dapat di cegah agar tidak meluas dan semakin menjadi.
BAB II Landasan Teori
2.1 Pengertian kejahatan Korporasi
Akibat semakin dirasakannya dampat negatif yang disebabkan oleh kegiatan korporasi, maka negara-negara maju khususnya yang perekonomiannya baik mulai mencari cara untuk bisa meminimalisir atau mencegah dampak tersebut salahsatunya dengan menggunakan istrumen hukum pidana (bagian dari hukum publik). Sebenarnya kejahatan korporasi (corporate crime) sudah dikenal lama dalam ilmu kriminologi. Di kriminologi sendiri corporate crime merupakan bagian dari kejahatan kerah putih (white collar crime). White collar crime sendiri diperkenalkan oleh pakar kriminologi terkenal yaitu E.H. Sutherland (1883-1950) dalam pidato bersejarahnya yang dipresentasikan "...at the thirty-fourth annual meeting of the American Sociological Society ini Philadelphia on 27 December 1939". semenjak itu banyak pakar hukum maupun kriminologi mengembangkan konsep tersebut.
Dalam perjalanannya pemikiran mengenai corporate crime, banyak menimbulkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum khususnya hukum pidana. Di hukum pidana ada doktrin yang berkembang yaitu doktrin ''universitas delinquere non potest'' (korporasi tidak mungkin melakukan tindak pidana), ini dipengaruhi pemikiran, bahwa keberadaan korporasi di dalam hukum pidana hanyalah fiksi hukum yang tidak mempunyai mind, sehingga tidak mempunyai suatu nilai moral yang disyaratkan untuk dapat dipersalahkan secara pidana (unsur kesalahan). Padahal dalam suatu delik/Tindak pidana mensyaratkan adanya kesalahan (mens rea) selain adanya perbuatan (actus reus) atau dikenal dengan ''actus non facit reum, nisi mens sit rea''.
Namun masalah ini sebenarnya tidak menjadi masalah oleh kalangan yang pro terhadap pemikiran corporate crime. Menurut Mardjono Reksodiputro ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menentukan tindak pidana korporasi yaitu, pertama tentang perbuatan pengurus (atau orang lain) yang harus dikonstruksikan sebagai perbuatan korporasi dan kedua tentang kesalahan pada korporasi. Menurut pendapat beliau, hal yang pertama untuk dapat dikonstruksikan suatu perbuatan pengurus adalah juga perbuatan korporasi maka digunakanlah “asas identifikasi” . Dengan asas tersebut maka perbuatan pengurus atau pegawai suatu korporasi, diidentifikasikan (dipersamakan) dengan perbuatan korporasi itu sendiri. Untuk hal yang kedua, memang selama ini dalam ilmu hukum pidana gambaran tentang pelaku tindak pidana masih sering dikaitkan dengan perbuatan yang secara fisik dilakukan oleh pembuat (fysieke dader) namun hal ini dapat diatasi dengan ajaran “pelaku fungsional” (functionele dader) . Dengan kita dapat membuktikan bahwa perbuatan pengurus atau pegawai korporasi itu dalam lalu lintas bermasyarakat berlaku sebagai perbuatan korporasi yang bersangkutan maka kesalahan (dolus atau culpa) mereka harus dianggap sebagai keasalahan korporasi. Di negara-negara Common Law System seperti Amerika, Inggris, dan Kanada upaya untuk membebankan pertanggungjawaban pidana korporasi (corporate criminal liability) sudah dilakukan pada saat Revolusi Industri. Menurut Remy Sjahdeini ada dua ajaran pokok yang menjadi bagi pembenaran dibebankannya pertanggungjawaban pidana kepada korporasi. Ajaran-ajaran tersebut adalah doctrine of strict liability dan ''doctrine of vicarious liability''. Berdasarkan ajaran strict liability pelaku tindak pidana dapat diminta pertanggungjawabannya tanpa disyaratkannya adanya kesalahan sedangkan menurut ajaran vicarious liability dimungkinkan adanya pembebanan pertanggungjawaban pidana dari tindak pidana yang dilakukan, misalnya oleh A kepada B.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia memang hanya menetapkan bahwa yang menjadi subjek tindak pidana adalah orang persorangan (legal persoon). Pembuat undang-undang dalam merumuskan delik harus memperhitungkan bahwa manusia melakukan tindakan di dalam atau melalui organisasi yang, dalam hukum keperdataan maupun di luarnya (misalnya dalam hukum administrasi), muncul sebagai satu kesatuan dan karena itu diakui serta mendapat perlakuan sebagai badan hukum atau korporasi. Berdasarkan KUHP, pembuat undang-undang akan merujuk pada pengurus atau komisaris korporasi jika mereka berhadapan dengan situasi seperti itu. [8] Sehingga, jika KUHP Indonesia saat ini tidak bisa dijadikan sebagai landasan untuk pertanggungjawaban pidana oleh korporasi, namun hanya dimungkinkan pertanggungjawaban oleh pengurus korporasi. Hal ini bisa kita lihat dalam pasal 398 KUHP yang menyatakan bahwa jika seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan korporasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun 4 bulan: 1. jika yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, sehingga oleh karena itu seluruh atau sebagian besar dari kerugian diderita oleh perseroan, maskapai, atau perkumpulan…(dan seterusnya).
Di Belanda sendiri, sebagai tempat asal KUHP Indonesia, pada tanggal 23 Juni 1976, korporasi diresmikan sebagai subjek hukum pidana dan ketentuan ini dimasukkan kedalam pasal 51 KUHP Belanda (Sr.), yang isinya menyatakan antara lain:
1. Tindak pidana dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun korporasi;
2. Jika suatu tindak pidana dilakukan oleh korporasi, penuntutan pidana dapat dijalankan dan sanksi pidana maupun tindakan yang disediakan dalam perundang-undangan—sepanjang berkenaan dengan korporasi—dapat dijatuhkan.
Dalam hal ini, pengenaan sanksi dapat dilakukan terhadap korporasi sendiri, atau mereka yang secara faktual memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana yang dimaksud, termasuk mereka yang secara faktual memimpin pelaksanaan tindak pidana dimaksud, atau korporasi atau mereka yang dimaksud di atas bersama-sama secara tanggung renteng.
Meskipun KUHP Indonesia saat ini tidak mengikutsertakan korporasi sebagai subyek hukum yang dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana, namun korporasi mulai diposisikan sebagai subyek hukum pidana dengan ditetapkannya UU No.7/Drt/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Kemudian kejahatan korporasi juga diatur dan tersebar dalam berbagai undang-undang khusus lainnya dengan rumusan yang berbeda-beda mengenai “korporasi”, antara lain termasuk pengertian badan usaha, perseroan, perusahaan, perkumpulan, yayasan, perserikatan, organisasi, dan lain-lain, seperti :
• UU No.11/PNPS/1964 tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi
• UU No.38/2004 tentang Jalan
• UU No.31/1999 jo. UU No.21 tahunn 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
• dan lain-lain
Dalam literatur Indonesia juga ditemukan pandangan yang turut untuk mewacanakan menempatkan korporasi sebagai subyek hukum pidana. Seperti misalnya Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH, dalam bukunya “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia”, menyatakan : Dengan adanya perkumpulan-perkumpulan dari orang-orang, yang sebagai badan hukum turut serta dalam pergaulan hidup kemasyarakatan, timbul gejala-gejala dari perkumpulan itu, yang apabila dilakukan oleh oknum, terang masuk perumusan pelbagai tindak pidana. Dalam hal ini, sebagai perwakilan, yang kena hukuman pidana adalah oknum lagi, yaitu orang-orang yang berfungsi sebagai pengurus dari badan hukum, seperti misalnya seorang direktur dari suatu perseroan terbatas, yang dipertanggungjawabkan. Sedangkan mungkin sekali seorang direktur itu hanya melakukan saja putusan dari dewan direksi. Maka timbul dan kemudian merata gagasan, bahwa juga suatu perkumpulan sebagai badan tersendiri dapat dikenakan hukuman pidana sebagai subyek suatu tindak pidana.
Di Indonesia, salah satu peraturan yang mempidanakan kejahatan korporasi adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup. Hal ini dapat dilihat dari isi pasal 46 yang mengadopsi doktrin vicarious liability. Meskipun tidak digariskan secara jelas seperti dalam KUHP Belanda, berdasarkan sistem hukum pidana di Indonesia pada saat ini terdapat 3 bentuk pertanggungjawaban pidana dalam kejahatan korporasi berdasarkan regulasi yang sudah ada, yaitu dibebankan pada korporasi itu sendiri, seperti diatur dalam Pasal 65 ayat 1 dan 2 UU No.38/2004 tentang Jalan. Kemudian dapat pula dibebankan kepada organ atau pengurus korporasi yang melakukan perbuatan atau mereka yang bertindak sebagai pemimpin dalam melakukan tindak pindana, seperti yang diatur dalam pasal 20 ayat 2 UU No.31/1999 tentang Tindak Pidana Korupsi dan UU No.31/2004 tentang Perikanan. Kemudian kemungkinan berikutnya adala dapat dibebankan baik kepada pengurus korporasi sebagai pemberi perintah atau pemimpin dan juga dibebankan kepada koorporasi, contohnya seperti dalam pasal 20 ayat 1 UU No.31/1999.
BAB III Pembahasan
3.1 Contoh Kasus Kejahatan Korporasi
DUGAAN PENGGELAPAN PAJAK IM3
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi.
Manajemen juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut.
3.2 Analisis Kasus Jika dilihat dari contoh kasus diatas telah terjadi kerjasama antara orang dalam pada perusahaan IM3 dengan pegawai pajak sehingga IM3 bisa menggelapkan dana dan memanipulasi SPT masa PPn di kantor pajak. Pihak pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang. Agar tidak terulang masalah yang sama dan merugikan pihak lainnya.
BAB IV Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dalam menjalankan bisnis pada perusahaan jangan sesekali melakukan kejahatan korporasi seperti menggelapkan pajak. Seharusnya kewajiban untuk membayar pajak harus dilakukan dengan benar. Jangan mementingkan urusan pribadi untuk medapatkan keuntungan yang lebih agar perusahaan dapat bertahan dan terus jaya. Lakukan lah sesuai dengan etika yang berlaku.
4.2 Saran
Bagi perusahaan yang melakukan kejahatan korporasi di beri hukuman serta sanksi yang tegas, supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama. Apalagi yang berhubungan dengan pajak harus di berantas karena merugikan negara dan masyarakat.
Daftar Pustaka:
http://bismar.wordpress.com/2009/12/23/kejahatan-korporasi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanggungjawaban_korporasi
http://www.ercolaw.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65:perbuatan-pengurus-dan-pertanggungjawaban-korporasi&catid=25:the-project&Itemid=50
http://www.tempo.co/read/news/2003/11/04/05627427/Ditjen-Pajak-Akan-Usut-Dugaan-Penggelapan-Pajak-IM3
http://andyaksalawclinic.blogspot.com/2011/05/kejahatan-korporasi.html

Senin, 14 Oktober 2013

Pelanggaran Etika Bisnis

BAB 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam menjalankan suatu bisnis, perusahaan sebaiknya harus memperhatikan benar tentang etika dalam berbisnis pada perusaaan tersebut. Sebuah bisnis yang baik harus memiliki etika dan tanggung jawab sosial sesuai dengan fungsinya. Pada sistem ekonomi pasar bebas, perusahaan diarahkan untuk mencapai tujuan mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin. Akan tetapi dalam mencapai tujuan tersebut perusahaan yang menjalankan bisnis kerap menghalalkan segala cara sehingga tidak perduli apakah tindakannya melanggar etika dalam berbisnis atau tidak, dan juga tanpa melihat dampak yang ditimbulkan apakah negatif atau postif terhadap lingkungan sekitar.
Pelanggaran etika bisnis yang terjadi akibat manajemen dan karyawan cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan. Penerapan kaidah good corporate governace di perusahaan swasta, BUMN, dan instansi pemerintahaan masih cenderung lemah, banyak perusahaan yang melanggarnya.
Sebagai bagian dalam masyarakat, perusahaan yang mendirikan bisnis tentu tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat sekitar. Tata hubungan bisnis dan masyarakat tidak dapat dipisahkan tersebut membawa etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnis, baik etika antar sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat langsung maupun tidak langsung. Saat ini banyak pelanggaran etika bisnis dan persaingan yang tidak sehat dalam upaya penguasaan pangsa pasar semakin memberatkan para pengusaha kalangan bawah yang kurang memiliki kemampuan bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Perlu adanya sanksi yang tegas mengenai pelanggaran etika bisnis yang terjadi, agar dapat mengurangi terjadinya pelanggaran etika bisnis dalam dunia usaha.
BAB II Landasan Teori
2.1 Pengertian Etika Bisnis
Pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia.
Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adill dan sehat dengan pelanggan atau mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
• Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
• Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
• Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
2.2 Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi, Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran, Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip tidak berniat jahat, Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
4. Prinsip keadilan, Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
5. Prinsip hormat pada diri sendiri, Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
BAB III Pembahasan
3.1 Contoh Kasus Pelanggaran Dalam Etika Bisnis
PT. Megasari Makur adalah perusahaan yang memproduksi produk sepeti tisu basah, pengharum ruangan dan juga obat anti-nyamuk. Bermula pada tahun 1996, yang berproduksi di daerah Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat. Obat anti-nyamuk yang diproduksi di beri merek HIT, HIT mengenalkan dirinya sebagai obat nyamuk yang murah dan lebih tangguh. Selain di indonesi HIT juga mengekspor produknya keluar Indonesia.
Obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia. Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah yang juga muncul adalah timbulnya miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal ini menjadi kewenangan Mentri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM. Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat anti-nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Tetapi pada kenyataannya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi lempar masalah dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
3.2 Analisis Kasus
Pada contoh kasus diatas ditemukan bahwa HIT menggunakan zat berbahaya untuk membuat obat anti-nyamuk, zat yang digunakan adalah Propoxur dan Diklorvos pada produk obat anti-nyamuk yang dibuat oleh PT. Megasari Makmur. Zat berbahaya tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Seharusnya kejadian ini tidak perlu terjadi bahkan samapai menimbulkan korban jiwa, karena sudah ada undang-undang yang mengatur hak konsumen yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen. Larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga juga telah dikeluarkan Deptan sejak awal tahun 2004 (Sumber: Republika Online). Hal ini dapat memperjelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Para produsen masih bisa menciptakan produk baru dan dengan mudahnya memasarkannya tanpa ada penyeleksian yang ketat terlebih dahulu dari pihak pemerintah.
Dilihat dari undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Obat anti-nyamuk HIT menyalahi beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU tersebut. Berikut beberapa pasal dalam undang-undang Perlindungan Konsumen yang dilanggar oleh PT. Megasari Makmur sebagai penghasil obat anti-nyamuk:
1. Pasal 4, hak konsumen adalah:
Ayat 1: “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa”.
Ayat 3: “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa”.
PT. Megasari Makmur tidak memberi penjelasan dalam efek samping penggunaan obat anti-nyamuk, tentang bagaimana zat-zat yang terkandung didalam obat tersebut. HIT hanya memikirkan bagaimana mereka memproduksi obat anti-nyamuk ini tanpa memikirkan kesehataan konsumennya.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah:
Ayat 2: “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.
PT. Megasari Makmur tidak memberitahukan dengan benar tentang indikasi yang terdapat pada obat anti-nyamuk HIT ini, bagaimana cara menggunakannya. Sehingga konsumen dengan pengetahuannya yang minim menyemprotkan begitu saja HIT tersebut ke ruangannya dan langsung menggunakan ruangan tersebut tanpa mendiamkan setengah jam atau lebih agar zat yang terkandung dalam obat anti-nyamuk itu bekerja.
3. Pasal 8:
Ayat 1: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Ayat 4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”.
PT. Megasari Makmur melanggar 2 ayat diatas, mereka tetap mengedarkan produknya padahal sudah mengetahui produknya belum memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dalam undang-undang. HIT ditarik dari peredaraan setelah jatuh korban, seharusnya dapat dicegah sebelum korban berjatuhan.
4. Pasal 19: Ayat 1: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”.
Ayat 2: “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Ayat 3: “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”.
PT. Megasari Makmur harus bertanggung jawab atas kelalaiannya yang dibuatnya, dengan memberi ganti rugi kepada korban yang mengalami kerugian atas penggunaan HIT. Dengan memberikan santunan yang setara.
BAB IV Kesimpulan Dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dalam beretika bisnis perusahaan memiliki peranan yang sangat penting, yaitu membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan dapat menciptakan nilai yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Seperti pada kasus obat anti-nyamuk HIT sudah melakukan pelanggaran etika bisnis dengan memasukkan 2 zat yang berbahaya bagi kesehatan pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen penggunanya. PT. Megasari Makmur telah membohongi publik, dimana perusahaan mempromosikan produknya obat anti-nyamuk ampuh dan murah tetapi tidak memberi peringatan bahaya yang terkandung di dalamnya. PT. Megasari Makmur seharusnya mencantumkan cara pemakaian produknya agar konsumen mengetahui bagaimana menggunakan produk tersebut dengan benar.
4.2 Saran
Bagi perusahaan yang melanggar etika bisnis contoh kasus pada PT. Megasari Makmur, sebaiknya membenahi perusahaan nya agar prinsip-prinsip etika bisnis dapat berjalan dengan baik sehingga tidak timbul pelanggaran-pelanggaran lain. Agar dapat menjadi contoh yang baik bagi perusahaan-perusahaan yang lain.
Daftar Pustaka:
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur/ http://vtastubblefield.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-etika-dalam-berbisnis/ http://dianavia.blogspot.com/2011/10/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html http://www.governance-indonesia.org/KNKGDOWNLOADS/Pedoman%20Etika%20Bisnis%20Perusahaan.pdf

Minggu, 21 April 2013

KLKP

Produk Bank
1. Deposito, (i1) Deposito terbagi menjadi 3 ada Tabungan, Giro, dan Depposito.
2. Kredit, (i2) i terbagi menjadi tiga : • Saldo harian, dimana tabungan dihitung setiap hari dan total nilai bunga yang bersangkutan ditambah rekening pada awal bulan berikutnya. • Saldo rata-rata, bunga dihitung berdasarkan saldo rata-rata selama 1bulan. • Saldo terendah atau akhir, bunga dihitung berdasarkan saldo paling rendah selama periode waktu perhitungan.
RUMUS :  Bunga deposito = % x HB x nominal / 365  Bunga Kredit = % x HB x nominal / 365  Saldo rata-rata = 10% x 31-5+1 x rata-rata saldo / 365
Proses akhir  rekapitulasi saldo Proses akhir Bulan  hitung bunga dan penentuan saldo awal berikutnya.